• Selamat Datang di Blog Gerakan Papua Mengajar

    Sabtu, 21 Juni 2014

    Tentang Gerakan Papua Mengajar


    Logo Gerakan Papua Mengajar
    Sentani hingga Dok 9, banyak Mama-Mama Papua dari pagi hingga sore duduk jualan (hasil kebun) dipinggir jalan dan di Pasar. Kami bertanya: Apakah Mama-Mama Papua ini punya anak? Kalau ada bagaimana perhatian mama pada anaknya? Bagaimana urusan sekolahnya? Dan bagaimana harapan hidup anak dimasa yang akan datang? Diskusi-diskusi melalui dunia maya (face book) terus terjadi dan Akhirnya untuk membangun Papua, manusia Papua harus cerdas. Demikianlah kesimpulannya, tetapi belum ada aksi nyata.

    Seorang anggota gerakan ini, namanya Yohana Pulalo adalah salah seorang yang menghabiskan waktu luangnya bersama mama-mama Papua di terminal ekspo. Banyak cerita-cerita yang didengar, segala keluh kesah, harapan, hingga kata-kata bijak. Akhirnya tertarik dan Yohana Pulalo beribadah bersama digereja mereka (Gereja GIDI). Banyak anak-anak yang bermain dilingkungan Gereja, anak-anak dengan kepolosannya menginginkan perhatian dan keinginannya dilampiaskan dengan kebiasaan yang efeknya negatif, misalnya kata-kata negatif, perilaku kebun binatang dll.

    Tergeraklah hati, menyapa anak-anak dengan tindakan nyata untuk terus mendampingi anak-anak, belajar bersama. Belajar menghitung, membaca dan lainnya. Ada soal yang dapat kami temukan, anak-anak ini, ada yang kelas tiga (III) SD tetapi belum bisa membaca, menulis, menghitung. Ada yang kelas dua (II), kelas satu (I), beberapa anak diantaranya tidak sekolah dan sebagian anak berumur PAUD tetapi tidak ada PAUD di lingkungan gereja. Demikianlah perkembangan anak-anak di buper yang menginspirasi kami membentuk gerakan ini. 

    Kita tahu bersama, kucuran dana Otonomi Khusus (OTSUS) bahwa dana 20% diperuntukkan untuk pendidikan. Banyak program dirancang pemerintah demi manusia Papua, misalnya program seribu doktor dan lainnya. Muncul juga sekolah-sekolah baru dari Sekolah Dasar (SD) sampai Perguruan Tinggi (PT) tetapi dengan sekolah-sekolah yang ada dapat membuat manusia Papua cerdas? Menjadi pertanyaan yang mungkin menjadi PR untuk bersama.

    Di tengah kota Jayapura, ditemukan banyak anak-anak papua  menjadi anak “Aibon” (gelandangan, minum minuman keras, mencium lem Aibon, copet dll). Mereka adalah anak berumur sekolah. Ketika mendekati mereka dan bertanya “ko tidak sekola ka?” tentu mereka menjawab “untuk apa sekolah” tetapi mendekati mereka lebih jauh dan akan mencerikan banyak tentang kehidupan mereka. Kesimpulannya adalah anak-anak ini pernah sekolah tapi putus sekolah. Ingin sekolah lagi tapi umur mereka melewati batas umur jenjang pendidikan yang ditentukan Nasional. Alas an putus sekolah karena persoalan keluarganya, ada yang orang tuanya meninggal, sehingga tidak ada biaya sekolah dan lainnya. Sehingga, masih ada persoalan pendidikan anak ditengah ibu kota kabupaten, provinsi dalam bergulirnya dana OTSUS, bagaimana dengan pendidikan anak-anak Papua lainnya yang ada dipelosok-pelosok tanah Papua? 

    Gerakan ini lahir untuk membangun fondasi manusia Papua dengan pendidikan berbasis local/ pengetahuan local, menjadikan Generasi Papua yang berbudaya, berfikir bebas, kritis, reatif dan mengangkat nilai dan karakter Papua dalam pengembangan pendidikan ditanah Papua sebab Anak sebagai masa depan bangsa sehingga dilakukan suatu Gerakan untuk mengajak anak-anak bersekolah seperti kelompok belajar (dilingkungan sosial masyarakat Urban dan dikampung-kampung. 
    Selain itu, Gerakan ini lahir juga untuk memberikan pemahaman bahwa dengan bersekolah dapat merubah kehidupan menjadi lebih baik. Dan Gerakan Papua Mengajar sadar bahwa melalui pendidikan dapat memanusiakan manusia. Perubahan yang terjadi di Papua berkembang dengan  pesat, apabila perubahan ini tidak diikuti dengan Gerakan penyadaran terhadap pentingnya pendidikan, maka manusia papua akan termarjinalkan diatas negerinya. Sehingga gerakan ini lahir.

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Youtube GPM

    Instagram GPM