Buku-buku dengan bahasa Namblong – Jubi/Asrida Elisabeth
Kata yang mempunyai cerita, di Keitemung, Nimboran pada zaman yang tak diketahui, hiduplah seorang peladang yang membuat ladangnya jauh di sebelah timur kampung itu, di tepi Danau Sentani. Ladangnya sangat besar dan dilindungi dengan bentangan kayu yang besar-besar, tinggi dan kokoh sehingga tidak memberikan celah pada setiap orang dan binatang besar masuk ke dalamnya untuk mencuri. Setiap pagi hari, peladang ini mengunjungi ladangnya dengan perasaan heran yang semakin hari semakin bertambah karena ia menemukan bekas kaki babi yang sangat banyak di dalam ladangnya diantara tanaman namun ia tidak menemukan dari mana babi-babi yang masuk ke ladangnya berdatangan karena seluruh pagar masih tetap berdiri dengan teguh tanpa celah yang memberikan peluang untuk binatang jenis babi masuk keluar ladang dengan bebas.
Dorongan hasrat untuk mengetahui dari mana babi-babi hutan masuk pagar ladangnya semakin menguatkan niat peladang itu untuk bersembunyi dan mengintip. Pada suatu malam, ia berjaga dengan bersembunyi di dalam hutan di sisi luar pagar ladangnya. Tepat tengah malam ia sangat terperanjat ketika melihat sesosok puteri keluar dari dalam air Danau Sentani dan berjalan langsung menuju ladangnya. Tangan puteri bulan memegang beberapa taring dan kuku kaki babi hutan yang akan digunakannya untuk meninggalkan bekas di ladang setelah mencuri tanaman. Wajah puteri bulan bersinar lembut menerangi seluruh ladang dan hutan-hutan di sekitarnya yang memantulkan keindahan Danau Sentani di malam hari. Pegunungan Cycloop menjadi semakin indah kebiruan diselimuti awan pada puncaknya yang tertinggi ketika sinar puteri bulan dipantulkan kembali ke mata peladang Keitemung. Sangat mengagumkan tetapi mengapa puteri bulan mencuri di dalam ladang?
Ketika puteri bulan memanjat pagar ladang, peladang itu menangkap tangannya dan menjatuhkannya ke bawah di luar ladang dan memasukkannya ke dalam kantong jaring tali yang besar, puteri bulan dijerat ke dalam kantong itu namun terang wajahnya masih tetap menyinari seluruh sisi luar kebunnya kemudian ia membawa pulang ke rumahnya dan disimpan dalam koper kayu pada setiap siang hari. Bila malam hari tiba, peladang membawa puteri bulan ke ladang atau ke tempat lain untuk mencari binatang buruan di hutan. Sejak ia memperoleh puteri bulan, setiap malam ia pergi berburu babi hutan di jebakan Pohon Sagu, ia bersembunyi dan menyembunyikan puteri bulan dalam kantongnya dan kantong itu disembunyikan dibalik Pohon-pohon Sagu. Ketika ia mendengar suara dan bunyi langkah babi hutan mendekat untuk makan sagu, segera ia mengeluarkan puteri bulan dari dalam kantong yang disembunyikannya, mengangkat tinggi dan kegelapan malam di tengah Hutan Sagu berubah menjadi terang benderang yang membuat babi hutan kaget, tak berdaya dan diam di tempat sehingga peladang memanahnya dengan enteng sampai mati. Demikianlah dilakukan setiap malam hari, perburuan yang selalu berhasil tanpa tantangan. Rahasia kepemilikan atas puteri bulan belum diketahui oleh Penduduk Kampung Keeitemung. Peladang tak menyangka, ada orang kampung yang mulai curiga keberhasilan berburu yang ia lakukan setiap malam. Suatu malam, ia kembali meninggalkan kampung untuk berburu, tanpa sepengetahuan peladang itu, seseorang membuntutinya dari belakang untuk mengadakan penyelidikan. Orang itu sangat heran ketika mengetahui cara peladang memperoleh seluruh binatang buruannya. Ketika kantong peladang diletakkan kembali di tempat persembunyiannya, ada tangan lain yang mengambil keluar puteri bulan dari dalam kantongnya, terjadi tarik-menarik puteri bulan antara kedua orang ini sehingga puteri bulan terbagi dua bagian. Sang pencuri melemparkan sebagian tubuh puteri bulan ke atas sehingga ia melayang menjauhi keduanya. Peladang yang sedang geram menyatakan kepada pencuri, “Karena engkau telah mengetahui rahasia saya maka saya juga melemparkan sebagian tubuh puteri bulan ke atas.”
Dua bagian tubuh puteri bulan bersatu di atas Kampung Keitemung dan mulai saat itu, sinar bulan purnama dapat digunakan secara bersama-sama oleh semua orang kampung untuk berburu babi hutan di dusun sagu masing-masing pada malam hari ketika sang rembulan muncul dengan indahnya. Kata yang mempunyai cerita, kalau si pengintip tidak pernah mengikuti peladang dari belakang maka sampai saat ini bulan terang hanya dikuasai satu orang peladang dan keturunannya dalam garis laki-laki dari Kampung Keitemung di Nimboran. (Sumber/penutur Selfina Hamokwarong/Griapon, 1974)
Sumber: Cerita Rakyat Papua dari Jayapura (Yang Terhempas Dalam Goncangan Peradaban). Penerbit: Arika Publisher, Jayapura, Oktober 2009
Sumber Tabloidjubi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar